Kamis, 25 Juli 2013

Tahapan Komunikasi Anak Autis

Walaupun anak autis mengalami gangguan dalam berkomunikasi, bukan berarti anak autis tidak bisa berkomunikasi. Anak autis tetap melakukan komunikasi tetapi dengan gaya komunikasi yang berbeda.

Ada empat tingkatan komunikasi pada anak autis, yang tergantung dari kemampuan berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak itu sendiri. Keempat tahap tersebut adalah “The Own Agenda Stage”, “The Requester Stage”, “The Early Communicator Stage” dan “The Partner Stage”.

Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. Anak juga melihat atau meraih benda yang dia mau. Anak tidak berkomunikasi dengan orang lain dan bermain dengan cara yang tidak lazim. Anak juga membuat suara untuk menenangkan diri, menangis atau menjerit untuk menyatakan protes. Anak suka tersenyum dan tertawa sendiri. Anak pada tahap ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.

Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang bebeapa kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak meraih yang dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Apabila anak diajak bermain yang melibatkan kontak fisik, anak bisa meminta anda untuk meneruskan permainan fisik dengan melakukan kontak mata, senyum, gerak tubuh atau suara.Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan tahap-tahap kegiatan rutin di keluarga.

Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama, suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon dengan mengulang apa yang anda katakan (echolali).
Anak juga dapat meminta sesuatu dengan menggunakan gambar, gerak tubuh, atau kata. Anak mulai dapat memprotes atau menolak sesuatu dengan menggunakan gerak, suara, kata yang sama. Anak pada tahap ini dapat mengerti kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan, mengerti nama benda atau nama orang yang sehari-hari ditemui, dapat mengatakan “hai” dan “dadah”, dapat menjawab pertanyaan dengan mengatakan ya/tidak, dan dapat menjawab pertanyaan ‘apa itu?”

Pada tahap yang paling tinggi yaitu “The Partner Stage”, anak dapat berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak lain. Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan keinginannya dan meminta sesuatu.
Anak pada tahap ini sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan pendek. Kadang-kadang anak mengulanginya membetulkan apa yang dikatakannya ketika orang lain tidak mengerti. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak mengerti perbendaharaan kata-kata.
Tetapi pada tahap Partner Stage ini, anak masih punya kesulitan dalam berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam pemainan imajiner yang mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak juga akan menggunakan echolali (menirukan perkataan orang lain) bila dia tidak mengerti perkataan orang lain atau bila dia tidak dapat membuat kalimat.
Anak pada tahap akhir ini masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan. Cara mengatasi kesulitan ini adalah dengan merespon orang dengan berinisiatif bercakap-cakap sendiri, berusaha bercakap-cakap dengan topik yang disukai. Anak mungkin melakukan kesalahan tata bahasa terutama kata ganti, sepeti kamu, saya, dia. Anak akan bingung bila percakapan terlalu rumit atau orang tidak berkata langsung padanya.
Anak juga dapat mengalami kesulitan dengan aturan percakapan. Anak tidak tahu bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan, tidak mendengar perkataan orang lain, tidak bisa fokus pada satu topik, tidak berusaha mengklarifikasi perkataan yang tidak dimengerti orang dan memberi terlalu sedikit detail atau terlalu banyak detail. Anak mungkin tidak paham isyarat sosial yang diberikan orang lain melalui ekspresi wajah atau bahasa tubuh dan tidak mengerti humor atau permainan kata-kata.

4 Efek Positif Terapi Musik bagi Anak dengan Autisme

Beberapa jenis musik diyakini bermanfaat untuk mengatasi gangguan kesehatan, termasuk autisme . Salah satu kelebihan terapi musik adalah tidak dperlukannnya komunikasi verbal.Selain itu, terapi musik juga berfungsi sebagai penguat (reinforcer) alami. Berikut adalah cara kerja terapi musik dalam menolong penderita autis.

1. Belajar Mengekspresikan Diri
Anak-anak yang menderita autis tidak tertarik terlibat dalam kegiatan sosial seperti pada orang normal. Oleh karena itu penggunaan musik sebagai terapi bisa bekerja dengan baik.
Saat anak-anak autis mengikuti sesi terapi dengan berbagai musik, mereka akan mendapatkan kesempatan belajar mengekspresikan diri.
Meskipun belum diketahui bagaimana cara kerjanya secara pasti, namun terapi musik cukup menjanjikan.
Sebagai contoh, musik bisa dikombinasikan dengan permainan lempar bola.
Saat melakukan permainan lempar bola, terapis meminta anak untuk menangkap atau melempar bola sebagai respon terhadap musik yang sedang diputar.
2. Mempertahankan dan Memfokuskan Perhatian
Tujuan lain dari terapi musik adalah membantu anak autis mempertahankan dan memfokuskan perhatian.
Terapis bisa memainkan akord antara nada, note, atau pitch musik tertentu dan melihat efeknya pada anak.
Salah satu contohnya adalah dengan memainkan instrumen dekat wajah anak.
Selain membantu meningkatkan rentang perhatian, musik juga bisa mendorong kontak mata dengan anak yang merupakan salah satu tujuan penting dari pengobatan.
Terapi musik merupakan kombinasi dari sensasi auditori, visual, dan sentuhan. Faktor-faktor inilah yang membantu merangsang organ sensorik anak autis.
3. Meningkatkan Kemampuan Bicara
Bahasa merupakan salah satu area penting yang bermasalah pada perkembangan anak yang menderita autis.
Terapi musik membantu anak meningkatkan kemampuan bicara terutama yang melibatkan konseptualisasi, simbolisasi, dan pemahaman.
Menurut para ahli, musik diproses di kedua belahan otak. Oleh karena itu, terapi musik bisa membantu anak autis meningkatkan fungsi kognitif dan keterampilan bahasa mereka.
Saat mengikuti kegiatan menyanyi atau menari, anak-anak autis diyakini  akan mulai berkomunikasi meskipun hal tersebut dilakukan hanya melalui nyanyian.
Hal ini membuat terapis musik menyadari fakta bahwa anak autis lebih mudah dan lebih cepat menyambut suara musik daripada perintah verbal atau pendekatan fisik.
Dengan melakukan kegiatan musik vokal, terapis bisa meningkatkan kemampuan bicara anak autis.
Terapis bisa menulis lagu dengan kata-kata sederhana atau frase berulang untuk mempertajam kemampuan bahasa anak.
Bila pelajaran musik disajikan dengan isyarat visual dan taktil, hasilnya bisa lebih menjanjikan.
4. Membangun Hubungan Non-verbal yang Tidak Mengancam
Anak autis biasanya tidak responsif terhadap perasaan orang lain, menghindari kontak fisik seperti memeluk, dan mengabaikan pendekatan sosial.
Terapi musik memberi kesempatan pada anak untuk membangun hubungan non verbal yang tidak mengancam melalui instrumen musik.
Hal ini mungkin karena suara, tampilan, dan bentuk instrumen membantu anak melakukan kontak awal.
Dengan instrumen sebagai perantara, terapis secara bertahap dapat masuk ke “dunia” anak dengan autisme.
Setelah berhasil menjalin hubungan yang bisa dipercaya dengan anak, terapis bisa menerapkan berbagai teknik musik untuk menarik anak keluar dari dunianya yang mengabaikan kontak sosial.
Namun, para peneliti juga menyatakan ada kemungkinan terapi musik menyebabkan hasil yang tidak diinginkan.
Pada beberapa kasus, ditemukan bahwa musik memperburuk perilaku “menarik diri” dan “isolasi diri” pada anak dengan autisme.
Jika tidak dilakukan secara hati-hati, terkendali, dan terstruktur, terapi musik justru dapat mendorong anak autis masuk lebih dalam ke dunia mereka.
Para ahli setuju bahwa manfaat terapi musik untuk autisme melibatkan proses panjang dan sulit, sehingga baik orang tua maupun terapis terkadang merasa kehilangan harapan.

my student "ZAKI"

heiiii... lihat... cowo ganteng ini siapaaa???? ini adalah Zaki, salah satu muridku disekolah khusus autisma.
tahukah kalian difoto itu dia terlihat sedang apa?
pasti kalian berpikir dia sedang menelepon.. tapi tidak!!!
dia sedang mendengarkan musik dari salah seorang guru di sekolah.
dia sangat suka sekali dalam bernyanyi.
dia sangat menyukai lagu "Adera" dan dia hafal betul menyanyikan lagu itu.
hihihihihihi hebaaatttttt :)

my student "UUl' :)

ini foto diambil ketika disekolah, aku dan teman-teman mengajar disekolah Khusus Autisma.
ini murid kami namanya adalah Sahrul tapi kami semua biasa memanggilnya dengan panggilan "UUL".
bisa dilihat di foto itu, kami sedang mengajak uul bermain sambil belajar.
belajar bagaimana dia menyusun bentuk-bentuk kayu sesuai pada bentuk dan tempatnya dan juga mengajarkannya bagaimana meronce kayu-kayu bulat.
dalam kegiatan ini juga, Uul diajarkan untuk mengenal warna-warna yang ada pada balok-balok kayu itu.
meski belum mencapai nilai yang memuaskan dalam menghapal warna, tapi dia sudah bisa memisahkan mana bulatan kayu yang kecil dan mana yang besar.
dalam kegiatan ini, bukan nilai angka yang kami terapkan tetapi menilai bagaimana anak bisa mengikuti dan menjalani kegiatan belajar dengan baik.
dengan cara berulang-ulang makan perlahan akan bisa mereka jalani.